Saturday 22 February 2014

Teori Pengilhaman



TEORI-TEORI PENGILHAMAN


                  Dari masa ke masa para ahli teologia selalu berusaha untuk dapat memberikan berbagai macam teori dalam konsep pengilhaman. Dalam usaha ini akhirnya para teolog menemukan beberapa rumusan pengilhaman. Pada bagian ini penulis mencoba untuk memaparkan beberapa pandangan teori-teori yang dipakai dalam melihat keilahian dan keinsanian dari Alkitab itu sendiri. Untuk dapat mengerti teori-teori tersebut maka penulis akan membaginya menjadi dua bagian yakni teori yang salah dan benar dalam penerapan pengertian akan pengilhaman.

Teori Pengilhaman Yang Salah
                  Alkitab dengan sangat jelas mengemukakan tentang pengilhaman yang merupakan sebuah fakta yang tidak dapat lagi dipungkiri. Sekalipun pengilhaman merupakan sebuah fakta yang jelas, namun Alkitab tidakmemberikan gambaran yang jelas mengenai cara dari pengilhaman itu sendiri. Yang diungkapakan dalam Alkitab adalah bahwa sejak dari jaman dahulu Allah berbicara berulang kali dan dalam pelbagai cara kepada manusia dengan perantaraan nabi.[1] Dengan keadaan yang demikianlah maka bermunculan berbagai macam pengilhaman

Pengilhaman Alamiah

                        Pandangan ini menganggap para penulis Akitab adalah para jenius yang tidak memerlukan bantuan adikodrati dalam menulis Alkitab. Beberapa pandangan yang seiring dengan pandangan ini adalah: (1) para penulis itu sendiri menghasilkan apa yang mereka tulis: Allah tidak meniupkan kata-kata, (2) pengilhaman semacam ini dapat berlaku terhadap buku-buku selain Alkitab.[2] Bahkan Alkitab juga dipandang sebagai persepsi-persepsi religius seorang penulis. Pandangan ini menjadikan beberapa lagu gereja setingkat dengan Alkitab. Dalam kenyataannya pandangan ini mengaburkan tindakanpencerahan Roh Kudus dengan karya-Nya yang khusus dalam pengilhaman.[3]

Pengilhaman Dinamis
                  Pandangan ini meju selangkah lebih jauh dengan pengilhaman alamiah karena memandang para penulis lebih dari sekedar jenius alami tetapi juga dipenuhi Roh Kudus dan dipimpin.[4] Pandangan ini menjadikan para penulis Alkitab memamg tidak mengkin salah dalam soal iman dan perbuatan, tetapi tidak dalam hal-hal yang tidak bersifat religius. Dengan demikian para penulis itu bisa juga salah ketika menulis tentang Alkitab. Sehingga menganggap bahwa Alkitab pada bagian tertentu juga memiliki kesalahan.[5]Oleh karena itu pandangan ini biasa juga disebut sebagai pengilhaman sebagian. Dikatakan sebagian karena tidak semua bagian Alkitab adalah merupakan hasil dari hembusan napas Allah. Sehingga bagi para penganut pandangan ini Alkitab tidak memiliki kewibawaan yang tinggi. Karena Alkitab tidak memiliki kewibawaan yang tinggi maka Alkitab juga tidak bisa dijadikan sebagai otoritas tertinggi. Maka pandangan ini tidak dapat diterima karena Alkitab ditaruh di tempat yang lebih rendah dari yang seharusnya.
                  Masalah yang timbul dari pandangan ini sudah jelas, bagaimana dapat menerima bagian Alkitab dan menolak bagian lainnya? Babaimana bisa diketahui mana ayat yang mutlaj harus dipercayai dan yang boleh diterima? Alkitab sama sekali tidak mangatakan bahwa hanya sebaian sauan yang diilhami malainkan segala sesuatu yang tertulis di dalamnya telah dinafaskan oleh Allah (2Timotius 3:16)[6]

Pengilhaman Konsep
                  Pandangan ini menganggap, pesan yang berwibawa di berikan konsepnya saja, tetapi penggunaan kata-katanya bisa saja mengalami kesalahan.[7] Penganjur teori ini menyatakan bahwa Allah menaruh konsep kebenaran dalam pikiran para penulis Alkitab tetapi membiarkan mereka yang mengungkapkan konsep tersebut.[8]
                  Kesalahan yang nyata dari pandangan ini adalah: bagaimana sebuah konsep dinyatakan? Tentu dengan kata-kata. Ubahlah kata-katanya maka berubah pulalah konsepnya. Karenanya kata dan konsep tidaklah dapat diubah.[9] Alkitab sama sakali tidak ada kesan bahwa Allah hanya memberi konsep saja kepada para penulisnya. Bahkan diragukan jika konsep dapat disampaikan terpisah dari kata-kata. Konsep hanya menjadi berarti apabila disusun dengan kata-kata.[10]

Teori Pendiktean

                  Teori ini berpendapat bahwa para penulis Alkitab merupakan pena semata-mata, atau sekretaris yang menulis apa yang didiktekan, dan bukan orang-orang yang kepribadiannya tetap terpelihara dan bagaimanapun diguanakan dalam tindakan pengilhaman.[11] Setiap kata dan ungkapan dalam Alkitab didiktekan langsung dari Tuhan sehingga kemampuan penulis sama sekali tidak digunakan. Jadi menurut teori ini Alkitab ditulis dengan gaya penulisan Roh Kudus sendiri.[12]
                  Teori ini tidak dapat dibenarkan karena adanya perbedaan yang nyata dalam gaya penulisan Musa, Daud, Yohanes, Paulus, Petrus, dan lain-lain.[13] Lebih lanjut lagi Tiesen menambahkan, “harus diakui sifat rangkap dua Alkitab: disatu pihak Alkitab merupakan kitab yang ke dalamnya dihembuskan napas Allah, namun dipihak lain Alkitab merupakan hasil yang karya manusia.”[14]

Teori Pengilhaman yang Benar
                  Setelah membahas mengenai teori yang salah dalam pengilhaman yang keliru terhadap Alkitab, maka penulis mencoba untuk masuk membahas teori alkitabiah tentang pengilhaman.
                  Kebenaran pengilhaman Alkitab yang Alkitabiah adalah bahwa Roh Kudus menuntun dan mengawasi para penulis Alkitab sedemikian rupa, sambil memakai keunikan mereka pribadi lepas pribadi, sehingga mereka itu menulis semua yang Ia ingin mereka tulis.[15] Dapatlah terlihat dengan jelas bahwa Allah mengilhami keseluruhan Alkitab tanpa mengesampingkan keunikan dan kelebihan para penulis makbenarlah pandangan bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan yang diilhamkan kata demi kata atau yang dikenal dengan istilah verbal plenary inspiration. Dalam hal ini Baker menyatakan bahwa “pengilhaman kata demi kata berarti bahwa pengilhaman itu sampai ke masing-masing kata yang digunakan oleh penulis dalam tulisan aslinya.”[16] Dalam pengertian kata demi kata yang diilhamkan Baker menambahkan,
            kata demi kata bukan berarti bajwa Allah mengimlakan kata-kata itu, tetapi Ia menuntun orang-orang dalam bahasa mereka masing-masing, dengan kata-kata mereka, dan dengan gaya bahasa mereka sendiri, sedemikian rupa sehigga kerika mereka menulis, mereka secara tepat mengatakan hal yang ingin Allah katakan.[17]

                  Merujuk dalam 2 Timotius 3:16, perkataan semua tulisan memiliki arti bahwa keseluruhan Alkitab diilhami dan berfaedah. Kata tulisan dalam bahasa aslinya adalah graphe yang berarti bahwa semua tulisan dalam Alkitab adalah merupakan hasil dari pengilhaman Allah.[18] Dalam pengilhaman secara menyuluruh berarti bahwa keakuratan sebagaimana yang terjamin dalam pengilhaman secara verbal, diperlluas kepada setiap porsi Alkitab, sehingga tiap bagian Alkitab tek dapat keliru dalm kebenaran dan menentukan dalam hal kewibawaan ilahi.[19] Dalam hal ini maka bukan berarti bahwa Allah mengabaikan karakter dari keinsanian penulis itu sendiri. Namum keinsanian penulis ketika menulis Alkitab tidaklah terlepas dari pengawasan supranatural Roh Kudus. Terlihat dari penjelasan diatas nampaklah bahwa Alkitab memiliki dua sifat yakni insani dan ilahi seperti yang telah diungkapkan diatas.
                  Alkitab bukan hanya kesaksian manusia tentang Allah, tetapi sekaligus kesaksian Allah tentang diri-Nya sendiri. Jika Alkitab dipandang sebagai kesaksian manusia tentang pengalaman orang-orang dengan Allah, maka akan terjebak pada pandangan ebionistik (yang menekankan sifat manusia saja) itu keliru.[20] Terlihat dengan jelas bahwa Alkitab bukan hanya bersifat insani melulu atau sebaliknya bahwa Alkitab merupakan buku ilahi dan unsur-unsur manusiawi di dalamnya hanyalah bentuk diluar saja maka akan terjebak pada pandangan dosetik (menekankan sifat ilahinya saja) ini keliru.[21] Maka dari penjelasan-penjelasan yang telah diungkapkan di atas kesimpulannya adalah bahwa Alkitab adalah hasil karya Allah dan manusia. Alkitab bukan Allah, melainkan karya Allah. Karena Alkitab bukanlah Allah maka manusia tidak menyembahnya. Tetapi sebagai karya ilahi,dan banyak berkat di dalamnya.[22]


[1]               Alkitab Indonesia (Jakarta, 2000)
[2]               Ryrie C. Charles, Teologi Dasar, 96
[3]               Thiesen C. Henry, Teologi Sistematika,peny Vernon D. Doerkensen (Malang: Yayasan Gandum Mas, 1997), 97
[4]               Ryrie C. Charles, Teologi Dasar,97
[5]               Thiesen C. Henry, Teologi Sistematika,peny Vernon D. Doerkensen, 98
[6]               Indra G. Ichwei, Teologi Sistematis,26
[7]               Ryrie C. Charles, Teologi Dasar,98
[8]               Baker F. Charles, A dispensational Theology,51
[9]               Ryrie C. Charles, Teologi Dasar, 98
[10]             Baker F. Charles, A dispensational Theology,51
[11]             Thiesen C. Henry, Teologi Sistematika,peny Vernon D. Doerkensen,99
[12]             Indra G. Ichwei, Teologi Sistematis,27
[13]             Ibid, 27
[14]             Thiesen C. Henry, Teologi Sistematika,peny Vernon D. Doerkensen, 100
[15]             Thiesen C. Henry, Teologi Sistematika,peny Vernon D. Doerkensen, 100

[16]             Baker F. Charles, A dispensational Theology,55
[17]             Ibid, 55
[18]             Ryrie C. Charles, Teologi Dasar, 89
[19]             Tindas Arnold, Apakah Inerancy Alkitab itu? (Manado, Yayasan Daun Manado, 1993), 94
[20]             Indra G. Ichwei, Teologi Sistematis, 25
[21]             Ibid,25
[22]             Ibid,25

No comments:

Post a Comment

teologia sukses

   TEOLOGIA SUKSES Pendahuluan                   Setelah era perang dunia ke-dua seluruh tatanan dalam kehidupan ...